Kesatuan Politik, Kunci Pembebasan Palestina

Kesatuan Politik, Kunci Pembebasan Palestina

Oleh Fatmah Ramadhani Ginting, S.K.M, Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang juga berprofesi sebagai dokter, Marwan Al-Sultan, meninggal dalam serangan udara Israel, Rabu (02/07). Dalam serangan itu, istri dan beberapa anaknya juga menjadi korban jiwa. Dokter Al-Sultan adalah direktur Rumah Sakit Indonesia, yang dinyatakan tidak lagi beroperasi. Penyebabnya adalah serangan Israel yang berulang dan berkelanjutan telah menghancurkan Rumah Sakit tersebut.

Bacaan Lainnya

Sementara itu di tempat lain, daerah al-Mawasi, Khan Younis dinyatakan sebagai “zona aman” oleh militer Israel. Pun ternyata tak luput dari serangan. Para pengungsi datang ke sini mengira ini adalah daerah aman, namun beberapa saat kemudian mereka menjadi target penembakan dan pengeboman oleh Israel hingga puluhan penduduk Palestina mati terbunuh. Keluarga dari korban tewas mengatakan, serangan biadab itu terjadi pada pukul 00:40 waktu setempat—saat para korban sedang tidur.

Serangan udara Israel juga berulang-kali menewaskan puluhan warga yang sedang mengantre bantuan makanan. Pusat distribusi bantuan makanan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) di utara Rafah ini merupakan lembaga bentukan Israel dan Amerika Serikat. Lembaga bantuan ini tengah menjadi sorotan karena lokasi distribusinya sering menjadi titik tembak rudal-rudal Israel.

Menurut laporan Kantor Media Pemerintah Gaza, sejak akhir Mei GHF mulai mengelola pengiriman bantuan makanan yang jumlahnya terbatas. Lebih dari 580 warga Palestina tewas dan lebih dari 4.000 terluka saat mendekati pusat-pusat distribusi tersebut. Tempat yang katanya menyediakan bantuan kemanusiaan justru menjadi tempat pembantaian terhadap ratusan orang.

Rachel Cummings, yang bekerja di Gaza bersama Save the Children, berkata bahwa di tempat-tempat ramah anak milik lembaga amal tersebut, banyak anak-anak Gaza “berharap untuk mati” agar dapat tetap bersama ibu atau ayah mereka yang telah terbunuh atau agar dapat memperoleh makanan dan air.

Di tengah kepungan dan kehancuran, situasi kemanusiaan di Gaza semakin mengerikan. Relawan perawat asal Australia, Christy Black, yang bertugas di rumah sakit di Gaza City selama empat minggu terakhir, mengungkapkan, persediaan nutrisi untuk ibu hamil dan bayi sangat minim. Banyak ibu tidak bisa memproduksi ASI dan tidak tersedia susu formula, hingga beberapa bayi meninggal karena kekurangan gizi.

Ia menambahkan bahwa luka-luka sulit sembuh karena malnutrisi, dan ada peningkatan besar kasus infeksi saluran pernapasan akibat debu dan gas dari bom yang terus-menerus dijatuhkan. Banyak anak Gaza mengais tempat sampah untuk mencari makanan, anak-anak usia 9 atau 10 tahun yang tubuhnya seperti balita dua tahun akibat malnutrisi.

Kita melihat tak satu inci pun wilayah Gaza yang aman dari serangan rudal, baik di tempat-tempat pengungsian, rumah sakit, bahkan tempat mengantri bantuan makanan. Otoritas militer Israel (IDF) membuat klaim serangan rudal mereka menyasar “teroris utama” dari Hamas di wilayah Gaza. Namun klaim bohong yang diulang terus menerus nyatanya telah merenggut nyawa puluhan hingga ratusan ribu jiwa tak berdosa setiap hari, siang maupun malam.

Genosida, Kebiadaban Luar Biasa

Kejahatan Zionis Yahudi melanggar perikemanusiaan semakin menunjukkan kebiadaban yang sangat luar biasa. Meski gerakan global terus bersuara dan bergerak menunjukkan pembelaan kepada Palestina, namun penguasa dunia tetap diam tak bergeming. Sungguh realita yang sangat menyakitkan saat menyaksikan para penguasa negeri Muslim masih terus bergandengan tangan dengan Amerika Serikat, aktor pendukung penjajah Zionis. Padahal tangan para penjajah itu masih berlumuran darah kaum Muslimin.

Rasa cinta pada negeri, bangsa, kedudukan, dan kekuasaan, telah mencerabut rasa persaudaraan atas dasar iman dan Islam pada diri penguasa-penguasa Muslim hari ini. Rasa cinta atau nasionalisme itu nyatanya mengarah pada ta’ashub. Ta’ashub ini membuat jiwa kemanusiaan menjadi mati. Para penguasa Mesir, Yordania, Suriah, Arab Saudi dan yang lainnya lebih cinta pada kedudukan. Mereka lebih takut kehilangan kekuasaan dan dukungan dari Barat Amerika, dari pada membela saudara Muslim Palestina yang tinggal bersebelahan langsung dengan wilayahnya.

Kesatuan Politik, Penting lagi Mendesak

Tuntutan agar para penguasa Muslim kembali pada ajaran Islam dan membentuk satu kesatuan politik merupakan kebutuhan penting dan mendesak bagi umat seluruh dunia. Sebab kesatuan politik adalah kunci pembebasan Palestina yang hakiki. Dengan kunci hakiki ini, para penguasa Muslim memiliki kuasa untuk berjihad bebaskan Palestina. Mereka akan memiliki segenap kemampuan untuk mengerahkan tentara militer menolong para wanita, orang tua, bayi, dan anak-anak kecil yang dibombardir. Tanpa kesatuan politik, umat tercerai-berai, lemah, dan tak berdaya menghadapi penjajah yang semakin pongah.

Sistem politik yang dimaksud tidak lain adalah sistem Khilafah Islamiyah. Sebuah negara yang akan menyatukan kekuatan militer umat Islam dari Merauke sampai Maroko, sebuah negara yang akan mengumandangkan perang yang akan disambut oleh tentara Muslim dari Afrika sampai Eropa, sebuah negara yang tidak akan ragu mengangkat senjata untuk melibas entitas Zionis Yahudi. Inilah negara Khilafah yang akan merobohkan tembok ‘penjara’ Raffah yang telah mengisolasi penduduk Palestina dari dunia luar.

Wahai penguasa Muslim di negeri manapun kalian berada, termasuk Pak Prabowo penguasa negeri Muslim terbesar di dunia saat ini. Jadilah kalian seperti Khalifah Al Mu’tashim Billah yang langsung mendidih darahnya mendengar seorang budak Muslimah dilecehkan oleh orang-orang kafir Romawi. Khalifah Mu’tashim segera menerjunkan puluhan ribu pasukan menyerbu Ammuriah untuk membela seorang budak Muslimah.

Tahukah kalian, para tentara Al Mu’tashim berbaris dengan sangat panjang, barisan ini tidak putus dari gerbang istana Khalifah di Baghdad hingga Ammuriah (Turki), itu kurang lebih sejauh 1.400 km. Mereka kemudian mengepung Ammuriah selama lima bulan. Atas izin Allah, pertempuran itu berhasil membebaskan kota Ammuriah dari kuasa Romawi, sebanyak tiga puluh ribu tentara Romawi terbunuh, sementara tiga puluh ribu lainnya ditawan. Demi apa? Demi membela harga diri seorang budak.

Sudah cukup ratusan ribu nyawa tak berdosa melayang di Gaza. Tak perlu mencari-cari alasan untuk tidak membela Palestina. Jadilah kalian semua wahai para pemimpin negeri-negeri Muslim, seperti Khalifah Al Mu’tashim yang melibas dan menggulung kekuasaan Romawi di Ammuriah. Wallahu’alam.[]

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *